Saturday, April 9, 2011

MERAYU ALLAH MELALUI TASBIH, TAHMID, TAHLIL DAN TAKBIR


Allah sangat menyukai ucapan tasbih, tahmid, tahlil dan takbir yang keluar dari bibir hamba-hamba-Nya. Tasbih adalah ekspresi pengkudusan yang mengandung penafian semua kejelekan yang tidak mungkin ada pada Allah yang tidak sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya. Tahmid merupakan bentuk pujian yang sempurna kepada Allah. Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik doa adalah Alhamdulillah” (HR. Tirmiddzi). Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda, “Alhamdulillah memenuhi Mizan, dan Subhanallah serta al-hamdulillah keduanya memenuhi apa yang ada diantara langit dan bumi” (HR. Muslim).

Sementara “Laa Ilaaha Illa Allah” adalah sebuah deklarasi bahwa tidak ada yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah. Dia adalah kalimat tauhid yang merupakan sebaik-baik dzikir kepada Allah. Kalimat ini merupakan bentuk penafian sifat-sifat uluhiyah dari makhluk dan penetapannya atas Allah karena memang Dialah Yang berhak untuk itu semua, Dialah yang pantas untuk menyandangnya, Dialah yang memiliki itu semua. Kewajiban kita hendaknya senantiasa menggemuruhkan kalimat-kalimat agung itu dalam detak jantung kita, mengkristalkannya dalam relung hati kita, melantunkannya lewat bibir-bibir kita, memekarkannya dalam perilaku kita semua dan menancapkannya dalam sujud-sujud kita. Rasulullah pernah bersabda, “Ucapan yang paling Allah sukai itu adalah empat : Subhanallah, al-Hamdulillah, Laa Ilaaha Illa Allah, Allahu Akbar. Tidak ada bahaya darimanapun kamu mulai” (HR. Muslim). Dalam sabdanya yang lain Rasulullah beliau mengatakan, “Bagiku mengucapakan Subhanallah, al-Hamdulillah, Laa Ilaaha Illa Allah, Allahu Akbar lebih aku sukai daripada apa yang disinari mentari”.

Tak ada aktivitas yang akan menenteramkan hati dan melembutkan jiwa selain senantiasa ingat dan berdzikir kepada Allah. Tak ada aktivitas yang melegakan jiwa dan menyejukkan nurani selain dzikir kepada Allah. Karena itulah Allah menyeru kepada kita agar kita senantiasa berdzikir pada-Nya. Karena itu, “Ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat) –Ku”.(Al-Baqarah : 152).

Dzikir kepada Allah adalah surga Allah di dunia. Dia indah dan penuh pesona, menakjubkan dan menentramkan. Di dalamnya ada bunga-bunga wangi yang bisa dihirup jiwa. Maka barang siapa yang tidak pernah menginjakkan kakinya di surga Allah di dunia dia tidak akan pernah menginjakkan kakinya di surga Allah di akhirat. Dzikir adalah penolong yang melenyapkan kelelahan dan keletihan jiwa dan kehampaan nurani. Dzikir adalah jalan pintas untuk meraih kebahagiaan dan merengkuh kemenangan. Dzikir adalah balsem yang senantiasa memberikan kehangatan ruhani dan sekaligus memberikan kesembuhan jiwa. Dalam dzikir jiwa menjadi terasa dekat dengan Sang Mahakasih, merasa teduh dalam naungan cinta-Nya, hangat dalam dekapan kasih-Nya. Para ahli dzikir akan merasa getaran ilahiyah yang mengalir dalam seluruh organ tubuhnya. Dzikir menyingkirkan awan ketakutan menepiskan kegundahan dan menghadirkan kebahagiaan dan rasa damai. Problema hidup akan ringan terasa. Guncangan jiwa akan luluh sirna.

Dzikir adalah penerang. Dzikir adalah penyadar dan senjata ampuh pemusnah kesuntukan pikiran, pelenyap tumpukan duka lara. Orang yang berdzikir kepada Allah akan senantiasa bersinar jiwanya, bercahaya tingkah lakunya. Ketenangan batin tersimpan dalam gema dzikir yang bertalu-talu, dalam denting tahmid yang mendayu-dayu. Dalam kalimat tauhid yang menggebu dan dalam tasbih yang bergelora menghangatkan jiwa. Dzikir adalah ibadah jiwa dan lidah yang melintasi semua zaman. Ia harus hadir dalam detik-menit-jam-hari-minggu-bulan-tahun hingga kematian menjemput kita. Berdzikirlah dalam keadaan apa saja : berdiri, duduk ataupun terbaring. Kita wajib mengingat-Nya baik saat berada di daratan, di lautan, di padang pasir, di pasar-pasar, di mall-mall, di hotel-hotel bahkan di udara sekalipun. Dengan terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, dalam gelap dan terang, di gunung-gunung dan lembah-lembah. Dzikir harus senantiasa bergema di seluruh nafas kehidupan kita. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya”.(Al-Ahzaab : 41). “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”.(Al-A’raaf : 205).

Dzikir itu makanan jiwa yang harus menjadi konsumsi rutin keseharian kita. Tanpanya jiwa kita akan melemah, semangat kita akan mengendur, cita-cita kita hanya menjadi cita pendek dan rendah. Ada kelezatan dalam dzikir yang tidak dimiliki oleh amal-amalnya lainnya. Cicipi dan rasakanlah. Dzikir adalah penawar racun orang berdosa, sahabat setia orang yang terputus, harta simpanan orang-orang yang bertawakkal, makanan orang-orang yang penuh yakin, hiasan orang-orang yang menyambungkan diri kepada Allah, prinsip orang-orang yang memiliki ma’rifat, hamparan orang-orang yang mendekat dan minuman segar orang-orang yang mencinta. Dzikir adalah energi hidup seorang muslim dan turbin yang menggerakkan jiwa mereka. Ibnu Taimiyah pernah mengatakan kepada muridnya, Ibnul Qayyim tentang dzikir ini : “Ini adalah makananku, jika aku tidak makan maka habislah kekuatanku”. Hasan Al-Bashri memberikan nasehat kepada kita : “Carilah kenikmatan itu dalam tiga perkara : Dalam salat, dalam dzikir, dalam membaca Al-Quran”.

Dzikir akan membuka kelapangan dada kita. Dalam dzikir terdapat makna-makan sabar dan tawakkal, terkandung makna ridha dan menyerah. Hanya dengan mengingat Allah jiwa kita menjadi jernih dan pikiran kita akan menjadi bersih. Dengan dzikir kepada Allah langkah ke depan menjadi pasti. “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”. (Ar-Ra’d : 28).

Kegelisahan yang melanda banyak orang di zaman tak lebih karena mereka telah melalaikan dzikir. Menyedikitkan tasbih, meminilisir tahmid dan mengerdilkan takbir dalam jejak rekam kehidupan mereka. Orang menjadi rakus karena dia tidak tamak untuk berdzikir. Seseorang menjadi berlumur dosa karena dia lupa bertasbih, dia menjadi angkuh karena kalimat tauhid yang dibacanya tidak lagi menggedor kesadaran dirinya bahwa dia hanyalah seorang hamba. Kejahatan para penguasa muncul karena mereka jarang bertabsih, pemelintiran agama hadir di kalangan ulama karena tasbih mereka mungkin mulai tak jujur. Tahmid mereka mulai mengendur. Kecurangan pemimpin bisa saja karena malam mereka tidak pernah berdenyut dengan tasbih dan tahmid, fajar mereka tidak pernah hidup dengan kalimat tauhid. Maka jadilah mata hati mereka semakin legam, jiwa mereka semakin gosong, pandangan nurani mereka menjadi pendek. Padahal ada waktu untuk merayu Allah di saat fajar akan menjelang, di saat manusia-manusia yang tidak bersemangat pada bergelimpangan pulas menikmati malam. Saat itu ucapan cinta kepada Sang Maha Pencinta harus diungkap. Karena cinta kita akan menarik cinta-Nya, rayuan kita akan membangkitkan cinta-Nya. Hidup ini harus kita maknai melalui tasbih, tahlil dan tahmid serta takbir kita yang tiada henti. Sampai mati.

Sudah menjadi kebiasaan, lagi-lagi kebiasaan orang-orang setelah melaksanakan sholat fardhu kelihatan terburu-buru meninggalkan tempat duduknya (apalagi di kota-kota besar, setelah sholat subuh langsung berdiri tanpa dzikir dan tafakur karena dikejar kendaraan atau waktu yang mengkhawirkan akan keadaan macet sehingga terlambat). Padahal dzikir dan tafakur setelah sholat adalah suatu kemuliaan dan sekaligus terapi psikologis bagi seorang muslim atau muslimat. Namun demikian, setidak-tidaknya dapat dilakukan dzikir dan tafakur pada waktu setelah sholat dzuhur untuk dijadikan terapi psikologis bagi seorang muslim atau muslimat. Banyak hadist-hadits yang menerangkan mengenai keutamaan dzikir dan tafakur usai sholat fardlu yang berguna bagi seorang muslim atau muslimat untuk terapi psikologis, menenangkan diri, mengevaluasi diri dan koreksi diri apa yang telah dikerjakan pada waktu sebelumnya.

Dzikir merupakan amalan yang dapat menghapus dosa, karena kita sadari bahwa dosa kita betapa banyak, yang kecil maupun yang besar, yang sengaja atau tidak sengaja. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bedzikirlah kepada Allah, dzikir sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya di pagi dan petang hari. Dialah yang memberi rahmat kepadamu, dan para malaikat-Nya memohon ampunan untukmu, supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan menuju cahaya terang, dan Dia mengasihi orang-orang beriman” (Al-Ahzab ayat 41-43). Ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman untuk senantiasa mengingat Allah dan mengucapkan tasbih sepanjang hari, baik pagi, siang maupun malam hari. Selain itu, agar senantiasa dekat kepada Allah, maka kita perlu berdzikir. Berdzikir, artinya mengingat. Dzikrullah itu tidak ada batas ruang dan waktu untuk mengingat-Nya.

Hendaknya berdzikir dilakukan dengan sungguh-sungguh, lisannya mengucapkan dan hatinya memahami, disertai ikhlas, maka Allah akan memberi rahmat. Adapun rahmat itu luar biasa nilainya, karena merupakan kasih sayang dari Allah. Jika Allah telah melimpahkan kasih sayang-Nya, maka dosa-dosa kita akan diampuni. Apalagi malaikat memohon kepada Allah agar dosa orang yang suka berdzikir dan bertasbih diampuni. Lalu orang tersebut mendapatkan cahaya terang, berupa terbukanya pintu hati untuk menerima hidayah. Hati yang gelap mana mungkin dapat menerima kebenaran, tetapi hati yang sudah terang, bersih dari dosa akan mudah menerima petunjuk dari Allah. Berdzikir dapat dilakukan kapan dan dimana saja. Setelah sholat, di tempat kerja juga kita harus berdzikir namun dilakukan dalam hati dan sebagainya. Setiap saat dan dimana saja, seorang muslim dituntut untuk selalu mengingat Allah. Mengingat Allah dilakukan dengan berdzikir, baik lisan maupun hati. Jika sudah terbiasa, maka hati tidak mudah dirasuki oleh syaitan yang selalu mendorong hawa nafsu untuk melakukan kejahatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang Islam, laki-laki dan perempuan, mukmin laki-laki dan perempuan, orang yang taat laki-laki dan perempuan, orang yang benar laki-laki dan perempuan, orang yang sabar laki-laki dan perempuan, orang yang khusyu’ laki-laki dan perempuan, orang yang puasa laki-laki dan perempuan, orang yang memelihara laki-laki dan perempuan, dan orang yang banyak berdzikir laki-laki dan perempuan, bagi mereka disediakan oleh Allah ampunan dan pahala yang besar” (Al-Ahzab ayat 35).

Menurut Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud ayat tersebut adalah mereka yang selalu berdzikir (ingat) kepada Allah, yaitu mereka yang selalu ingat kepada Allah di saat selesai sholat, pada pagi hari dan sore hari, ketika berbaring, bangun tidur, duduk dan berbaring. Jadi dzikir itu luas maknanya, jangan diartikan sebatas wirid saat selesai sholat. Rosulullah menyuruh agar kita selalu berdzikir, baik siang maupun malam hari, ketika hendak tidur, maupun setelah bangun tidur, karena syaitan selalu mendekati manusia, bahkan berada di tengkuk kepala kita.

Masalah dzikir meskipun Allah Subhanau wa Ta’ala telah membentangkan keutamaan-keutamaannya dan menjanjikan hadiah-Nya kebanyakan orang (hampir semuanya) tidak mau melakukan atau mengerjakannya. Padahal bila melakukan atau mengerjakan suatu dzikir itu mereka dapat merasa aman dan tenteram sebagaimana ditegaskan dalam Surat Ar-Ra'd ayat 28, "...maka hatipun akan merasa aman dan tenteram". Semestinya dengan ayat ini, kita tidak merasa canggung atau ragu-ragu. Penyebab tidak aman dan tenteram berawal dari berduka atau hatinya gelisah, dan terjadinya berduka atau gelisah itu karena ulah otak yang bertentangan dengan hati, sehingga hati tidak tenteram dan terganggu. Contohnya, jika anda berbuat dosa, dan anda tahu bahwa perbuatan yang dilakukan itu berdosa, tahu juga ancamanNya. Selanjutnya secara naluri pikiran anda akan membela diri dan menyangkal (mencari pembenaran) yang bertentangan dengan kata hati. Hati tetap mengakui hal yang sebenarnya dan hati selalu pada posisi yang benar sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Surat An-Najm ayat 11, "Hati tiada berdusta apa yang dilihatnya". Lalu pertanyaannya, bagaimana cara mengatasi untuk mencapai ketenangan dan kedamaian bathin ini? Satu-satunya jalan adalah dengan cara menenangkan diri atau menetralisir anggota tubuh. Dalam ajaran Islam pelaksanaan penenangan diri dan penetralan anggota tubuh dengan “ berdzikir”, bermunajat memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala (waktu yang baik adalah malam hari disaat sepi dan heningnya kehidupan).

Penentuan waktu berdzikir baik dalam al-Qur'an maupun hadist, bisa siang atau malam (tidak secara tepat ditentukan), hanya disebutkan dalam surat Al-Imran ayat 41, "Berdzikirlah kepada Allah pagi dan petang", selanjutnya dalam surat Ad-Dahr ayat 25, "Dan sebutlah nama Tuhanmu pagi dan petang. Dan di sebagian malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya di malam yang panjang". Coba tengok surat Qaf ayat 40, "Dan bertasbihlah kepada-Nya dalam sebagian malam dan di akhir sholat", surat Thaha ayat 130, "Bertasbihlah pada beberapa jam dari malam...".

Vicky Robbieyanto Dua dalam notenya yang berjudul “Dzikir lagi, Dzikir Lagi, again and again... Lebur Dalam Dzikrullah Semesta Raya-Nya” mengungkapkan, “Dan orang-orang yang berjihad dalam Kami, sungguh, akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah bersama para Al-Muhsiniin (mereka yang ihsan)” (Q.S. Al-Ankabut [29] : 69). Ayat ini bermakna, bahwa “Mereka yang berjuang melawan hawa nafsunya dan bertaubat sungguh-sungguh hanya demi Kami, pastilah akan Kami tuntun mereka pada jalan-jalan yang menyampaikan mereka pada kebenaran (Al-Haqq). Sesungguhnya tak seorang pun mampu berjuang melawan musuh yang ada di luar dirinya kecuali jika ia pun berjuang melawan musuh-musuh yang ada dalam dirinya. Maka, siapapun yang dianugerahi kemenangan atas apa-apa yang ada di dalam dirinya, ia pasti akan menang atas lawan-lawannya. Dan siapapun yang dikalahkan oleh apa-apa yang ada di dalam dirinya, musuh-musuhnya pun pasti akan mengalahkannya.” (Junaid Al-Baghdadi, 830-910 M). Dzikir mendekatkan kepada Dzat yang kepada-Nya ia berdzikir, sehingga orang yang berdzikir akan disertai oleh-Nya, sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an : “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala beserta orang-orang yang bertaqwa.”. Diterangkan dalam sebuah hadits qudsi : “Aku (Allah) menyertai hamba-Ku selama ia mengingat-Ku.” Penyertaan Allah yang dapat dicapai dengan berdzikir merupakan penyertaan yang tidak ada bandingnya. Hakikat penyertaan itu tidak mungkin dicatat dan tidak mungkin pula dapat dibicarakan. Kelezatannya benar-benar lezat dan arti kata yang sebenarnya, yang hanya dapat dirasakan oleh orang yang telah mencapainya. ‘Ya Allah, berikanlah kepadaku barang sedikit darinya.’

Berdasarkan nasehat seorang ulama besar Hujjatul Islam Imam Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali dalam kitab “Ihya ‘Ulumuddin” dan “Bidayatul Hidayah” mengenai amalan-amalan dzikir, menganjurkan agar menggunakan setiap kesempatan teruatama setelah sholat ataupun pada malam hari supaya diisi dengan takarrub kepada Dzat Yang Maha Suci yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan memanjatkan puja dan puji atas Asma-Nya untuk kepentingan akherat. Semua doa atau dzikir yang diajarkan merupakan penukilan yang diajarkan Nabi Muhammad shalallaahu ‘alaihi wa sallam beserta sahabat-sahabatnya yang dianjurkan dibaca berulang-ulang agar mempengaruhi terhadap ketenangan jiwa. Bahwa yang sedikit dengan dilakukan secara terus menerus adalah lebih baik dan utama serta dapat mempengaruhi hati daripada membaca berulang-ulang yang jumlahnya banyak dan terputus-putus. Hujjatul Islam Imam Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali mengatakan, “Yang sedikit terus menerus itu adalah umpama titik titik air yang menitik ke atas bumi secara terus menerus, lama kelamaan mendatangkan suatu lubang kecil pada bumi. Dan juga bila titik-titik air itu jatuh ke atas batu. Air banyak yang berpisah-pisah dalam waktu yang berjauhan, tidaklah menimbulkan bekas yang nyata. Maka sepuluh inilah kalimat-kalimat yang apabila diulang-ulang tiap-tiap kalimat sepuluh kali, maka jadilah seratus kali. Untuk itu, akan lebih afdhal daripada mengulang-ulangi suatu dzikir seratus kali, karena tiap-tiap kalimat tersebut mempunyai kelebihan atas kesadaran dan kelezatan. Dan bagi jiwa, dalam berpindah dari kalimat ke kalimat mempunyai ketenangan dan keamanan dari kemalasan”.

Dari sekian banyak amalan dzikir dan doa itu haruslah disertai dengan satu kekuatan, yaitu kekuatan “keyakinan”. Langkahkan kaki dan berpijak yang mantap penuh dengan keyakinan atau iman dan takwa serta menghiasi diri dengan desah dan nafas menyebut “Allah”. Dr. Davey John Schwartz dalam buku “Berfikir dan Berjiwa Besar” mengatakan bahwa “Tiada kepercayaan adalah kekuatan negative. Jika hati dan fikiran sangsi dan tidak percaya, maka akan muncul alas an-alasan yang membenarkan keraguan itu. Berfikir ragu, maka anda akan gagal dan berfikir tenang maka anda akan menang. Hal ini karena manusialah yang mempoduksi fikiran-fikirannya sendiri. Liputilah diri anda dengan kepercayaan yang besar, lancarkan offensive-success anda dengan kepercayaan yang jujur dan serius bahwa anda akan berhasil. Percayalah dalam kebesaran, dan tumbuhlah dalam kebesaran”. Adapun kalimat-kalimat yang sepuluh dan masing-masing dibaca atau diwiridkan sebanyak sepuluh kali adalah :

Pertama membaca “Laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu yuhyii wa yumiitu wa huwa hayyun laa yamuutu, wa huwa ‘alaa kulli syai’in qodiir” (Tiada Tuhan yang disembah, selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Ia Yang menghidupkan dan Yang mematikan. Dia yang hidup tiada Mati. Di tangan-Nya kebajikan. Dan Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu).

Kedua membaca “Subhaanallaahi wal hamdu lillaahi wa laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar, wa laa haula walaa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘azhim” (Maha Suci Allah, segala pujian bagi-Nya, tiada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar dan tiada daya upaya, dan tiada kekuatan melainkan dengan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung)

Ketiga membaca “Subbuuhun qudduusun robbul malaa’ikati war ruuh” (Allah Maha Suci, Maha Quddus, Tuhan bagi segala Malaikat dan nyawa).

Keempat membaca “Subhaanallaahil ‘azhiimi wa bihamdih” (Maha Suci Allah Yang Maha Agung dan dengan pujian kepada-Nya).

Kelima membaca “Astaghfirullaahal ‘azhiim, al ladzii laa illaaha illaa huwal hayyul qoyyuumu wa as’aluhut taubah” (Aku minta ampun pada Allah Yang Maha Agung, yang tiada disembah selain Dia, Yang Hidup, Yang berdiri sendiri dan bermohon taubat kepada-Nya).

Keenam membaca “Allaahumma laa maani’a lima a’thoita, wa laa mu’thiya lima mana’ta wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jadd” (Wahai Allah Tuhanku ! Tiada yang melarang akan apa yang Engkau berikan, tiada yang memberi akan apa yang Engkau larang. Dan tiada bermanfa’at orang yang mempunyai kesungguhan daripada Engkau oleh kesungguhannya).

Ketujuh membaca “Laa ilaaha illallaahul malikul haqqul mubiin” (Tiada yang disembah, selain Allah, yang menguasai yang Maha Benar, yang Maha menjelaskan segala sesuatu).

Kedelapan membaca “Bismillaahil ladzii laa yadhurru ma’asmihi syai’un fir ardhi wa laa fis samaa’I wa huwas samii’ul ‘aliim” (Dengan nama Allah yang tiada memberi kemelaratan sesuatu atas nama-Nya, di bumi dan di langit. Dan Dia Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui).

Kesembilan membaca “Allaahumma sholli ‘alaa Muhammad, ‘abdika wa nabiyyika wa rosuulikan nabiyyil ummiyyi wa ‘alaa ‘aalihii wa shohbihii wa sallim” (Wahai Allah Tuhanku ! Anugerahilah rahmat dan kesejahteraan kepada Muhammad, hamba-Mu dan Rosul-Mu, Nabi yang ummi (tidak tahu tulis-baca), kepada kaum keluarganya dan sahabat-sahabatnya).

Kesepuluh membaca “A’uudzu billaahis samii’il ‘aliimi minasy syaithoonir rojiimi robbii. A’uudzu bika min hamazaatisy syayaathiini, wa a’uudzu bika robbii an yahdhuruun” (Aku berlindung dengan Allah Yang Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui daripada syaitan yang terkutuk. Wahai Tuhanku ! Aku berlindung dengan Engkau dari gangguan-gangguan syaitan. Dan aku berlindung dengan Engkau, wahai Tuhanku! Daripada syaitan-syaitan itu dating kepadaku).

Apabila anda merasakan atau melihat bahwa doa atau dzikir anda makbul (dikabulkan Allah), maka ucapkanlah “Alhamdu lillaahil ladzii bi’izzatihi wa jalaalihi tatimmush shoolihaat” (Segala puji bagi Allah, dimana dengan kemuliaan dan keagungan-Nya, sempurnalah segala yang baik-baik).

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar memohon doa, dan doa yang dimohonkan dilakukan dengan ikhlas. Syarat utama terkabulnya suatu doa adalah keikhlasan, keyakinan yang bulat dan kesucian hati serta kesucian hidup. Jangan hanya mulut saja yang "kumat-kamit" memohon doa, tapi hati dan jiwanya sama sekali tidak menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Doa itu erat sekali hubungannya dengan keyakinan, seperti hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad, "Apabila kamu meminta kapada Allah, berdoalah dalam keadaan bahwa kamu yakin sepenuhnya akan permohonan itu dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengabulkan doa seorang hamba yang hatinya membelakang dan goncang". Selain itu, faktor kesucian hidup memegang peranan yang penting, sebagaimana sebuah hadist yang menyatakan bahwa "Salah seorang sahabat Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bernama Sa'ad bin Abi Waqash pernah bertanya kepada Beliau....apakah syarat-syaratnya supaya doa yang kumohonkan dikabulkan Allah Subhanahu wa Ta’ala?. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, "Makanlah dari harta yang halal, niscaya permohonanmu akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala".

Setiap doa haruslah disertai dengan ikhtiar dan perjuangan. Usaha-usaha yang bersifat fisik (perjuangan dan ikhtiar) harus dirangkaikan dengan kekuatan-kekuatan yang berbentuk doa itu. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri masih memerlukan doa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, apalagi kita sebagai manusia biasa.Lebih-lebih dalam kehidupan manusia ini, bagaimanapun kuatnya, pintarnya, kuasanya dan kelebihan-kelebihan lainnya, pada suatu ketika akan menemukan saat-saat kesulitan atau situasi yang tidak dapat diatasinya, dan sudah menjadi naluri manusia akan memohonkan doa meminta pertolongan kepada Kekuasaan yang lebih tinggi (Allah Subhanahu wa Ta’ala). Doa adalah ibadah dan saripati agama sekaligus senjata bagi seorang mukmin. Rosulullah menganjurkan dalam sebuah sabdanya agar kita berdoa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala menyangkut segala kebutuhan kita, termasuk diantaranya kebutuhan akan pasangan hidup dan kebutuhan akan pernikahan yang penuh berkah. “Hendaklah salah seorang dari kalian memohon kepada Rabb-nya menyangkut semua kebutuhanya sehingga ia pun hendaknya memohon menyangkut tali sandalnya apabila putus” (HR Thabrani dan Tirmidzi). Quraisy Syihab dalam bukunya “Wawasan Al-Qur’an tentang Doa dan Dzikir” mengungkapkan bahwa doa dan dzikir itu berhubungan erat. Doa merupakan bagian dari dzikir. Doa adalah permohonan. Dan, setiap dzikir, kendati dalam redaksinya tidak terdapat permohonan, tetapi kerendahan hati dan rasa memerlukan Allah yang selalu menghiasi ahli dzikir menjadikan dzikir mengandung doa.

Jika anda mengharap cinta Ilahi dan cinta orang-orang yang mencintai-Nya, anda dapat membaca doa, “Allaahumma innii as’aluka hubbaka wa hubba man yuhibbuka wa amalal ladzi yubballighuni hubbaka. Allaahummaj’al hubbaka ahabba ilayya min nafsii wa ahlii wa minal ma’il baarid” (Ya Allah, aku memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu, dan amal yang dapat menggapai cinta-Mu. Ya Allah, jadikanlah cintaku kepada-Mu melebihi cintaku kepada diriku sendiri, keluargaku, dan air yang dingin) (HR Tirmidzi). Jika anda mendambakan kasih sayang Ilahi dan anda ingin mencurahkan rasa kasih sayang anda kepada pasangan anda dan orang lain, bacalah dzikir, “Yaa rohmaanu yaa rohiimu” (Wahai Yang Maha Pengasih, Wahai Yang Maha Penyayang). Bila anda ingin terhindar dari kegelisahan dan kedukaan akibat belum bertemu dengan jodohnya atau sulit mendapatkan jodoh, padahal anda sudah berupaya maksimal dengan ikhtiar, anda dapat mengadu dan menyeru Allah dengan dzikir yang mengandung tahlil dan tasbih, “Laa ilaaha illa anta subhaanaka innii kuntu minzh-zhaalimiina” (Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zhalim). Bacaan ini adalah bacaan Nabi Yunus ketika beliau ditelan ikan dan berada di perut ikan dalam keadaan gelap gulita. “Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap (dalam perut ikan, di dalam laut, dan di malam hari), “Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya akau adalah termasuk orang-orang yang zhalim” (Al-Anbiya ayat 87).


No comments:

Post a Comment