Wednesday, September 22, 2010

Terputusnya Amalan Selain Tiga Perkara


Ilmu agama yang bermanfaat, anak sholeh yang selalu mendoakan ortunya dan sedekah jariyah adalah di antara amalan yang bermanfaat bagi mayit walaupun ia sudah di alam kubur. Simak sajian singkat berikut.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Faedah dari hadits di atas:

Pertama: Jika manusia itu mati, amalannya terputus. Dari sini menunjukkan bahwa seorang muslim hendaklah memperbanyak amalan sholeh sebelum ia meninggal dunia.

Kedua: Allah menjadikan hamba sebab sehingga setelah meninggal dunia sekali pun ia masih bisa mendapat pahala, inilah karunia Allah.

Ketiga: Amalan yang masih terus mengalir pahalanya walaupun setelah meninggal dunia, di antaranya:

a. Sedekah jariyah, seperti membangun masjid, menggali sumur, mencetak buku yang bermanfaat serta berbagai macam wakaf yang dimanfaatkan dalam ibadah.

b. Ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu syar’i (ilmu agama) yang ia ajarkan pada orang lain dan mereka terus amalkan, atau ia menulis buku agama yang bermanfaat dan terus dimanfaatkan setelah ia meninggal dunia.

c. Anak yang sholeh karena anak sholeh itu hasil dari kerja keras orang tuanya. Oleh karena itu, Islam amat mendorong seseorang untuk memperhatikan pendidikan anak-anak mereka dalam hal agama, sehingga nantinya anak tersebut tumbuh menjadi anak sholeh. Lalu anak tersebut menjadi sebab, yaitu ortunya masih mendapatkan pahala meskipun ortunya sudah meninggal dunia.

Keempat: Di antara kebaikan lainnya yang bermanfaat untuk mayit muslim setelah ia meninggal dunia yang diberikan orang yang masih hidup adalah do’a kebaikan yang tulus kepada si mayit tersebut. Do’a tersebut mencakup do’a rahmat, ampunan, meraih surga, selamat dari siksa neraka dan berbagai do’a kebaikan lainnya.

Kelima: Sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamatau anak sholeh yang mendo’akannya”, tidaklah dipahami bahwa do’a yang manfaat hanya dari anak saja. Bahkan do’a kebaikan orang lain untuk si mayit tersebut tetap bermanfaat insya Allah. Oleh karena itu, kaum muslimin disyari’atkan melakukan shalat jenazah terhadap mayit lalu mendo’akan mayit tersebut walaupun mayit itu bukan ayahnya.

Keenam: Dalam hadits terdapat isyarat adanya keutamaan menikah, juga terdapat dorongan untuk menikah dan memperbanyak keturunan supaya mendapatkan keturunan sholeh (sehingga bermanfaat nantinya ketika kita telah meninggal dunia, pen).


Monday, September 20, 2010

Di Mana Dia Di Hatimu?


Semasa Rasulullah s.a.w. dan Saidina Abu Bakar bersembunyi di Gua Thur, dalam perjalanan hendak berhijrah ke Madinah, musuh-musuh Islam sudah berdiri di hadapan pintu gua dan hampir menemui mereka.

Ketika Saidina Abu Bakar cemas, Rasulullah s.a.w. menenangkannya dengan berkata, "Jangan takut, ALLAH bersama kita."

Itulah kehebatan Rasulullah, ALLAH sentiasa di hatinya.

Ketika di ambang maut?

Sewaktu Da'thur, seorang tentera musuh menyerang hendap Rasulullah s.a.w. lalu meletakkan pedang di leher baginda dan bertanya, "Siapakah akan menyelamatkan kamu daripadaku?"

Jawab Rasulullah penuh yakin, "ALLAH."

Mendengar jawapan itu, gementarlah Da'thur dan terlepaslah pedang daripada tangannya. Itulah kehebatan Rasulullah... sentiasa ada DIA di hati baginda.

Ketika tiada siapa mengetahui?

Diceritakan juga bahawa pada suatu ketika Khalifah Umar Al-Khattab ingin menguji seorang budak gembala kambing di sebuah padang pasir. "Boleh kau jualkan kepadaku seekor daripada kambing-kambing yang banyak ini?"

"Maaf tuan, tidak boleh. Kambing ini bukan saya yang punya. Ia milik tuan saya. Saya hanya diamanahkan untuk menjaganya sahaja."

"Kambing ini terlalu banyak dan tidak ada sesiapa selain aku dan kamu di sini. Jika kau jualkan seekor kepadaku dan kau katakan kepada tuanmu bahawa kambing itu telah dimakan oleh serigala, tuanmu tidak akan mengetahuinya," desak Saidina Umar lagi, sengaja menguji.

"Kalau begitu, di mana ALLAH?" ujar budak itu.

Saidina Umar terdiam dan kagum dengan keimanan yang tinggi di dalam hati anak kecil itu. Walaupun hanya seorang gembala kambing yakni pekerja bawahan, tetapi dengan kejujuran dan keimanannya, dia punya kedudukan yang tinggi di sisiALLAH. Jelas ada DIA di hatinya.

Ketika kamu tiada jawatan?

Satu ketika yang lain, Saidina Khalid Al-Walid diturunkan pangkatnya daripada seorang jeneral menjadi seorang askar biasa oleh Khalifah Umar. Keesokannya, Saidina Khalid tetap ke medan perang dengan semangat yang sama. Tidak terjejas sedikit pun perasaan dan semangat jihadnya walaupun telah diturunkan pangkat.

Ketika ditanya mengapa, Saidina Khalid menjawab, "Aku berjuang bukan kerana Umar." Ya, Saidina Khalid berjuang kerana ALLAH. Ada DIA di hatinya.

Lalu, di mana Dia dihati kita?

Melihat anekdot-anekdot itu, aku terkesima lalu bertanya kepada diri, di manakah DIA dalam hatiku?

Apakah ALLAH sentiasa menjadi pergantungan harapan dan tempat merujuk serta membujuk hatiku yang rawan?

ALLAH ciptakan manusia hanya dengan satu hati. Di sanalah sewajarnya cinta ALLAH bersemi. Jika cinta ALLAH yang bersinar, sirnalah segala cinta yang lain. Tetapi jika sebaliknya, cinta selain-NYA yang ada di situ, maka cinta ALLAH akan terpinggir. Ketika itu, tiada DIA di hatiku!

Sering diri ini berbicara sendiri, bersendikan sedikit ilmu dan didikan daripada guru-guru dalam hidupku, kata mereka (dan aku amat yakin dengan kata itu);

"Bila ALLAH ada di hatimu, kau seolah-olah memiliki segala-galanya. Itulah kekayaan, ketenangan dan kebahagiaan yang hakiki."

Kata-kata itu sangat menghantui diriku. Ia menyebabkan aku berfikir, merenung dan bermenung, apakah ALLAH menjadi tumpuan dalam hidupku?

Apakah yang aku fikir, rasa, lakukan dan laksanakan sentiasa merujuk kepada-NYA?

Bila bertembung antara kehendak-NYA dengan kehendakku, kehendak siapa yang aku dahulukan? Sanggupkah aku menyayangi hanya kerana-NYA? Tegakah aku membenci juga kerana-NYA?

Muhasabah ini melebar lagi. Lalu aku tanyakan pada diri, bagaimana sikapku terhadap hukum-hakam-MU?

Sudahkah aku melawan hawa nafsu untuk patuh dan melakukan segala yang wajib sekalipun perit dan sakit ketika melaksanakannya? Sudahkah aku meninggalkan segala yang haram walaupun kelihatan indah dan seronok ketika ingin melakukannya?

Soalan-soalan ini sesungguhnya telah menimbulkan lebih banyak persoalan. Bukan akal yang menjawabnya, tetapi rasa hati yang amat dalam. Aku tidak dapat mendustai-MU, ya ALLAH.

Dan aku juga tidak dapat mendustai diri sendiri

Aku teringat bagaimana suatu ketika seorang sufi diajukan orang dengan satu soalan, "Apakah engkau takutkan ALLAH?"

Dia menangis dan menjawab, "Aku serba salah untuk menjawab ya atau tidak. Jika aku katakan tidak, aku akan menjadi seorang yang kufur. Sebaliknya kalau aku katakan ya, aku terasa menjadi seorang munafik. Sikapku amat berbeza dengan kata-kata. Orang yang takutkan ALLAH bergetar hatinya bila mendengar ayat-ayat ALLAH tapi aku tidak..."

Maksudnya, jika seorang sufi yang hatinya begitu hampir dengan ALLAH pun sukar bila ditanyakan apakah ada DIA di hatinya, lebih-lebih lagilah aku yang hina dan berdosa ini.

Di hatiku masih ada dua cinta yang bergolak dan berbolak-balik. Antara cinta ALLAH dan cinta dunia sedang berperang dengan begitu hebat dan dahsyat sekali.

Kalau kau tanyakan aku, "Adakah DIA di hatimu?"

Aku hanya mampu menjawab, "Aku seorang insan yang sedang bermujahadah agar ada DIA di hatiku. Aku belum sampai ke tahap mencintai-NYA tetapi aku yakin aku telah memulakan langkah untuk mencintai-NYA."

Justeru, kerana belum ada DIA di hatiku, hidupku belum bahagia, belum tenang, dan belum sejahtera. Aku akan terus mencari. Aku yakin ALLAH itu dekat, pintu keampunan-NYA lebih luas daripada pintu kemurkaan-NYA.

Selangkah aku mendekat, seribu langkah DIA merapat. Dan akhirnya... aku yakin... suatu saat nanti, akan ada DIA di hatiku dan di hatimu jua.